TARAKAN, Suaraperjuangan.co.id - Merasa tidak adil atas putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor – 133/Pid.Sus/2019 PT.SMR Jo Putusan Pengadilan Negeri Tarakan, No. 100/Pid.Sus/2019/PN.Tar terpidana Subhan Ibrahim (53) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait hukuman seumur hidup yang saat ini sedang dijalaninya di Lembaga Pemasyarakatan Tarakan, Kalimantan Utara.
Sidang penyerahan memori banding yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan, Majelis Hakim dipimpin, Abdul Rahman Thalib, SH dengan anggota Anwar. W.H. Sagala, SH.MH dan Alfianus Rumondor, SH dengan Jaksa Penuntut Umum, Komang Noprizal Saputra, SH. MH pada Jum’at lalu.
Kuasa hukum terpidana, Abdul Rahman Ali B, SH, pengajuan PK yang dilakukan Subhan Ibrahim setelah menjalani hukuman selama enam tahun akibat kurangnya pengetahuan hukum dan belum adanya biaya mengambil pengacara. “Untuk memakai jasa pengacara biayanya mahal,” kata Abdul Rahman kepada Suaraperjuangan.Com Sabtu (23/11/2024) kemarin.
Adalah Herberth Godliaf Uktolseja, SH mantan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tarakan, yang telah dipecat, memvonis Subhan Ibrahim dengan hukuman seumur hidup, sementara untuk kedua rekannya Randi bin Rajab dan Muhammad Sakir bin Talle masing-masing dijatuhi hukuman 19 tahun penjara, atau lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang hanya 18 tahun.
“Hukuman ultra petitah terhadap Subhan Ibrahim ‘patut diduga kuat’ akibat tidak terpenuhinya permintaan hakim Herberth yang meminta uang sebesar Rp 250 juta dari Subhan Ibrahim agar hukuman mereka ringan,” kata Abdul Rahman kepada Suaraperjuangan diiyakan Subhan Ibrahim saat media ini berkunjung ke Lapas Tarakan bersama penasehat hukumnya.
Kisahnya sendiri kata Subhan Ibrahim, berawal dari kedatangan dua orang laki-laki yang tidak dikenalnya ke warung miliknya daerah wisata di RT 3 Pantai Amal Lama, Tarakan Timur untuk membeli makan dan minum pada bulan September 2018 lalu.
Dalam percakapan, keduanya mengenalkan Namanya Ajir dan Husin, yang kemudian diketahui sebagai ayah kandung Faisal bin Husin membujuk Subhan untuk menjemput paket shabu di perairan Laut Bunyu dengan upah Rp. 20.000.000,-
Mendengar besarnya uang yang ditawarkan dalam situasi perekonomiannya yang sulit, tanpa pikir panjang Subhan Ibrahim langsung meng-iyakan. Setelah ada kesepakatan, Husin meminta nomor handphone Subhan untuk diberikan kepada Faisal bin Husin pemilik shabu.
Pada hari Sabtu, 6 Oktober 2018 Faisal bin Husin (Napi Lapas Tarakan), menghubungi Subhan mengambil paket shabu dari Husin dan Yosin di perairan Bunyu. Karena hari sudah sore, Subhan Ibrahim memanggil Muhammad Sakir adeknya yang kemudian datang bersama-sama Randi bin Rajab keponakannya. Malam itu juga mereka bertiga berangkat menggunakan speed boat menuju perairan Pulau Bunyu.
Sekitar pukul 21.30 Wita Husin dan Yosin, keduanya baru diketahui masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) datang menggunakan speed boat menyerahkan bungkusan shabu sekitar 1 kilogram. Kemudian Faisal meminta Subhan membaginya menjadi 2 bungkus. Karena hari sudah malam, Subhan memutuskan bermalam di pondok (kelong penangkap ikan) milik nelayan yang tidak jauh dari mereka.
Paginya, Minggu 7 Oktober 2018 sekitar pukul 06.00 Subhan Ibrahim ditelepon Ajir (DPO) atas suruhan Hengki Suteja yang berada di Lapas Pare-Pare Sulawesi Selatan untuk menunggunya di kelong tempat mereka menginap. Dan, pada pukul 09.30 Ajir datang menyerahkan paket berisi shabu yang beratnya sekitar 1 Kg untuk dibawa ke Tarakan.
Tiba di Tarakan Subhan menelepon Faisal Bin Husin memberitahukan, mereka di depan Pelabuhan Perikanan Tarakan. Dan, tak lama kemudian, seseorang yang mengaku bernama Syukur (DPO) atas suruhan Faisal bin Husin datang mengambil satu bungkus shabu.
Tak lama berselang, lagi-lagi Subhan Kembali dihubungi seseorang yang mengaku bernama Oktavianus bin Simon atas suruhan Muh. Saril, Napi Bontang, Kaltim untuk mengambil paket shabu, di Jl Hasanuddin samping Bandara Internasional Juwata Tarakan atau tepatnya di canal mangkrak bandara sekarang.
Usai menyerahkan shabu kepada Oktavianus, Subhan menghubungi Ajir menanyakan kemana shabu titipannya diserahkan. Tak lama kemudian Hengky Suteja, Napi Lapas Pare-Pare Sulawesi Selatan menelepon Subhan untuk menunggu Irfandi bin Harun keponakannya sendiri yang akan mengambilnya di Dermaga Pelabuhan Beringin 2 Kampung Pukat Tarakan.
Selesai menjalankan tugas pesesuai permintaan Faisal bin Husin, sekitar pukul 15.30 Wita ketiganya pulang ke rumah Subhan di Pantai Amal Lama Tarakan Timur. Namun, begitu mereka turun dari speed-boat beberap anggota Badan Narkotik Nasional (BNN) sudah menunggu kepulangan mereka.
Selanjutnya, BNN menggeledah isi rumah makan milik Subhan namun tidak menemukan alat bukti berupa shabu ataupun uang tunai selain buku rekening Bank BRI milik keluarga atas nama Subhan Ibrahim.
Subhan berusaha menjelaskan bahwa tabungan tersebut milik keluarganya, modal usaha dari penjualan makanan dan minuman di warungnya yang disisihkan selama setahun. Namun, BNN tetap bergeming untuk menjadikan isi Tabungan tersebut sebagai bukti hasil kejahatan penjualan narkoba.
Keesokan harinya Subhan Ibrahim dibawa ke Bank BRI Jl Kusuma Bangsa Bom Panjang Tarakan dengan pengawalan ketat lengkap senjata api untuk mengeluarkan uang sebesar Rp 45.000.000,- untuk dijadikan bukti atau rekayasa kasus seolah-olah pada saat penggerebekan di rumah Subhan Ibrahim Pantai Amal Lama ditemukan uang tunai hasil transaksi penjualan narkoba.
Selanjutnya, Subhan Ibrahim Bersama kedua keponakannya Muhammad Sakir dan Randi dibawa ke Kantor BNN Jl MT Haryono No. 11 Cawang, Jakarta Timur guna proses penyelidikan lebih lanjut.
“Saya diminta mengakui uang dalam buku rekening tersebut merupakan hasil penjualan narkoba yang sudah pernah kulakukan. Artinya, bukan hanya sekali ini saja saya terlibat,” kata ayah dari 5 anak ini kepada Suaraperjuangan.Com.
“Mental kami benar-benar jatuh,” keluahnya, terlebih setelah melihat Randi yang awalnya hanya ikut menemani Muhammad Sakir. Empat bulan ditahan atau tepatnya 120 hari meringkuk dalam tahanan BNN. Akhirnya Subhan menuruti kemauan BNN untuk mengakui bahwa uang sebesar Rp 40 Juta benar sebagai hasil penjualan narkoba sebelumnya. Sementara upah sebesar Rp 20 Juta belum diterima menunggu shabu dijual. Setelah pengakuan itulah, BNN memulangkan mereka bertiga ke Tarakan Kalimantan Utara.
“Cukuplah sudah penderitaan yang kami rasakan selama penahanan BNN di Jakarta. Awalnya saya berharap, peradilan yang akan kami dijalani nantinya yakin akan menerima hukuman yang seadil-adilnya,” harap Subhan.
Namun, jauh panggang dari api, Majelis Hakim yang dipimpin Herberth Godliaf Uktolseja, SH yang dipecat tidak dengan hormat karena terima suap sebagaimana siaran pers Judicial Commission Nomor: 16/SIARANPERS/AL/LI.04.01/08/2022 Tanggal 30 Agustus 2022 menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Subhan. Sementara untuk Randi bin Rajib dan Muhammad Sakir bin Talle masing-masing dihukum 19 tahun di atas tuntutan JPU yang hanya 18 tahun penjara.
Tidak cukup dengan putusan banding Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda No. 133/PID/2019/PT SMR tanggal 8 Agustus 2019 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tarakan No.100/Pid.Sus/2019/PN Tar tanggal 11 Juni 2019 menjatuhkan hukuman seumur hidup untuk Subhan Ibrahim untuk Randi bin Rajab dan Muhammad Sakir bin Talle masing-masing 19 tahun penjara.
“Kami tidak bisa kasasi karena pemberitahuan yang disampaikan Panitera Pengadilan Negeri Tarakan melewati batas waktu. Namun, saya yakin keadilan pasti berpihak kepada kami. Saya khilaf telah menjadikan anak dan isteri menderita selama ini. Kebenaran akan memihak kami, Tuhan tidak akan membiarkan anak-anak dan isteri saya mengalami penderitaan ini,” kata Subhan berurai air mata. (Pohan)
Posting Komentar