“Kisah Fitri Nada Zahira Menulis Ulang Takdir dari Luka”
Oleh: Muhammad Hasbi Fauzan Maulana
Tak semua orang hebat lahir dari panggung sorak sorai. Ada yang tumbuh dari sunyi, dari rasa tidak dianggap, bahkan dari luka yang nyaris membuatnya berhenti.
Masa putih abu-abu adalah masa pencarian jati diri bagi banyak orang. Tapi bagi Nada, masa SMA adalah ujian mental yang sesungguhnya. Di saat teman-teman lain mendapatkan dukungan penuh, Nada justru tumbuh di bawah bayang-bayang keraguan orang lain. Ada yang menganggapnya terlalu biasa. Ada pula yang terang-terangan meremehkan mimpinya. “Ngapain bermimpi setinggi itu, kamu bukan siapa-siapa,” begitu kurang lebih suara-suara sumbang yang pernah mampir di telinganya.
Tapi Nada bukan tipe yang menyerah hanya karena tidak dipercaya.
Dengan keberanian yang dibentuk dari rasa sakit, ia menapaki satu per satu langkah yang kemudian membentuk siapa dirinya hari ini.
Bukan hanya menang lomba bisnis plan, tapi juga menjejakkan kaki di luar negeri sebagai delegasi internasional, pembicara, dan relawan. Ia menjadi penerima Fully Funded International Volunteer di Malaysia, memenangkan Juara 2 Business Plan tingkat ASEAN di USIM Malaysia, menjadi Duta Inspirasi Indonesia, hingga akhirnya dipercaya memimpin salah satu organisasi paling berpengaruh dalam gerakan ekonomi Islam di kampus: KSEI IBIEF.
Sebagai Ketua Umum KSEI IBIEF, Nada bukan sekadar menjabat. Ia memimpin dengan visi. Ia menjadikan IBIEF bukan hanya tempat belajar ekonomi Islam, tapi juga ruang tumbuh, berkarya, dan berdampak.
Kini nama Fitri Nada Zahira bukan hanya dikenal sebagai mahasiswi berprestasi, tapi juga sebagai sosok Inspirasi muda yang memperjuangkan ekonomi syariah, UMKM halal, dan pemberdayaan masyarakat.
Ia menolak untuk jadi “bintang tunggal” ia ingin jadi pelita yang menyalakan cahaya bagi sekitar.
Di balik layar, ia juga aktif dalam pengabdian, riset, dan mentoring. Ia sadar bahwa prestasi pribadi tak berarti jika tak memberi manfaat. Maka ia pun merangkul banyak anak muda, berbagi pengalaman, membimbing, dan menjadi “kakak perempuan” bagi mereka yang dulu berada di posisi yang sama: diragukan, diremehkan, tapi tetap ingin bangkit.
Nada percaya, luka bukan untuk disembuhkan saja. Tapi untuk dirangkul, dipahami, dan dijadikan pijakan menuju versi terbaik diri.
“Kalau dulu aku cepat menyerah karena kata orang, mungkin hari ini aku tak akan bisa menulis namaku di panggung internasional,” katanya.
Bagi Nada , semua yang ia capai hari ini adalah hasil dari tiga hal: luka, doa, dan asa.
Kisah Nada bukan soal glamornya prestasi, tapi tentang bagaimana seorang perempuan muda berani menolak untuk kalah. Ia pernah diremehkan, tapi kini ia dipanggil “inspirasi”. Ia pernah terluka, tapi kini ia menjadi penyembuh bagi banyak hati yang semangat nya patah.(RA)
Posting Komentar