Kritik BEM Nusantara: Program Makan Bergizi Gratis Dibayangi Krisis Pendidikan dan Risiko Fiskal


SUARAPERJUANGAN.CO.ID|JAKARTA – Program ambisius Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan Pemerintah sebagai agenda prioritas nasional untuk mengatasi stunting dan meningkatkan kualitas SDM menuai kritik. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara, dalam catatan kritisnya, mempertanyakan efektivitas, kesiapan anggaran, serta mekanisme pelaksanaan MBG, yang dinilai berpotensi menjadi pemborosan anggaran dan mengabaikan sektor pendidikan.


Kekhawatiran Beban Anggaran dan Ketidakjelasan Distribusi


Program MBG dirancang untuk menjangkau anak sekolah, ibu hamil, dan kelompok rentan lainnya. Namun, kritik utama berfokus pada potensi beban fiskal yang tidak berkelanjutan.


1. Beban Triliunan: Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mencatat realisasi anggaran MBG mencapai Rp 1,2 triliun per hari. Anggaran tahunan untuk menjangkau seluruh penerima manfaat ditargetkan mencapai Rp 335 triliun. BEM Nusantara mempertanyakan kesiapan anggaran negara untuk menanggung beban sebesar itu tanpa mengganggu program prioritas lain.


2. Risiko Logistik: Indonesia memiliki kondisi geografis yang sangat beragam. Tanpa mekanisme distribusi yang jelas dan pengelolaan yang baik, program ini rentan menimbulkan masalah logistik, pemborosan, dan potensi korupsi di tingkat pelaksana.


3. Kualitas Gizi Diragukan: Selain itu, tidak ada jaminan bahwa makanan yang disediakan benar-benar bergizi sesuai standar. Tanpa pengawasan ketat, program ini dikhawatirkan hanya menggugurkan kewajiban tanpa menyelesaikan masalah utama kekurangan gizi. Insiden keracunan massal di Jawa Barat, Sulawesi Tengah, dan beberapa daerah lain yang menimpa lebih dari 5.000 siswa mengindikasikan kelemahan dalam monitoring higienitas dan pengawasan kualitas.


Catatan kritis oleh BEM Nusantara disampaikan oleh Mahliga Nurlanf sebagai sekertaris pusat tersebut menyoroti adanya ketimpangan alokasi anggaran yang dinilai tidak proporsional. Biaya besar MBG dikucurkan, sementara isu krusial pada sektor pendidikan yang merupakan fondasi jangka panjang kurang menjadi prioritas. BEM Nusantara memaparkan data konkret yang menunjukkan krisis di sektor pendidikan:


1. Masalah krisis kualitas, ketimpangan, dan kesejahteraan guru: Indonesia diperkirakan akan kekurangan sebanyak 1.312.759 guru pada tahun 2024. Angka ini diperparah dengan pensiunnya sekitar 70.000 guru per tahun tanpa rekrutmen pengganti yang memadai. Selain itu, Persoalan kesejateraan guru yang masih menjadi persoalan yang kian tak terselesaikan, distribusi guru sangat timpang, di mana daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) mengalami kekurangan kronis, sementara di perkotaan mungkin terjadi kelebihan.

2. Masalah Pemerataan Infrastruktur: Banyak sekolah masih menghadapi masalah bangunan rusak, kekurangan ruang kelas, serta fasilitas yang belum memadai untuk menunjang tuntutan kurikulum.


"Pendidikan yang bermutu dan merata serta berkeadilan jauh lebih fundamental dalam membentuk generasi masa depan, Mengabaikan sektor pendidikan dalam kondisi seperti ini dapat memperdalam ketertinggalan yang lebih susah dipulihkan " demikian disampaikan Mahliga Nurlang. 


BEM Nusantara mendesak Pemerintah untuk melakukan evaluasi yang mendalam tentang kebijakan MBG. Mereka menyarankan agar program MBG dihentikan sementara secara nasional dan lakukan evaluasi menyeluruh termasuk diantaranya penggunaan anggaran yang sangat fantastik.


“Pemerintah harus melakukan evalusai yang mendalam dengan tetap mengedepankan asas akuntabilitas dan transparansi, ini soal penggunaan APBN yang sangat fantastic jangan sampai salah sasaran yang justru menimbulkan persoalan baru di tengah-tengah masyarakat” tegas Mahliga


Program MBG, BEM Nusantara harusnya menjadi program yang menarget daerah yang paling membutuhkan dan bersifat tambahan, bukan prioritas nasional yang mendominasi anggaran. Tanpa data empiris melalui studi dampak, klaim manfaat MBG tetap lemah.


"Pendidikan adalah prioritas sejati. Di tengah keterbatasan fiskal dan tantangan global, fokus pemerintah harus kembali ke inti persoalan. Memperkuat pendidikan, bukan mengejar popularitas melalui kebijakan yang belum teruji untuk di implemetasikan" tutup Mahliga Nurlang.(red)

Post a Comment

أحدث أقدم